Darurat Kepastian Hukum, Perpu VS UU (Pilkada)

Posted by Unknown

sby tandatangani perpu pengganti uu pilkada
Darurat Kepastian Hukum, Perpu VS UU (Pilkada) - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Bila dikaji makna dari "kegentingan yang memaksa" adalah sebuah kebutuhan darurat yang "dirasa" berdasarkan pertimbangan presiden(subyektif). Ini sangatlah bernuansa kepentingan dan bukan kegentingan. dan penilaian objektifnya ada ditangan DPR.
(atau disingkat

Pengaturan syarat dan menjadi parameter mengenai "Kegentingan yang memaksa" dalam menetapkan Perpu telah diatur Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusannya Nomor 138/PPU-VII/2009 yaitu :

1. Adanya Keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

2. Undang-undang tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-undang tetapi tidak memadai.

3. Kekosongan Hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang. Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang.

Menyikapi dinamika Hukum demi Kepentingan Politik dan dipenghujung pemerintahannya, maka SBY mengeluarkan Perpu dengan pemikiran subjektifnya menilai hal ini adalah “kegentingan yang memaksa” serta menampung keresahan dari masyarakat luas akan penetapan RUU Pilkada menjadi UU pilkada. Perpu Pilkada yang ditandatangani presiden tersebut memuat hal 2 hal penting yaitu

Pertama, menghapus tugas dan wewenang DPRD Provinsi untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan atau Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan atau pemberhentian (Pasal I angka 1).

Kedua, menghapus tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wali kota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Wali Kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal I angka 2).

RUU Pilkada Diajukan oleh Pemerintahan SBY dan disahkan oleh DPR RI periode 2009-2014. Pada pengesahannya, partai pemerintah dan merupakan partai terbesar yang mendominasi DPR-RI pada periode itu melakukan Walk Out dirapat paripurna sehingga partai pendukung RUU Pilkada yang pasca pemilihan presiden 2014-2019 membentuk koalisi Permanen yang bernama Koalisi Merah Putih (KMP). KMP seharusnya dimulai pada periode 2014-2019 tetapi dipenghujung periode 2009-2014 KMP telah unjuk gigi dengan menggolkan RUU Pilkada yang nota bene merampas hak konstitusional warga negara dalam memilih pemimpinnya secara demokrasi langsung.

Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perpu. Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut. Dampak politik yang bisa kita kaji adalah bilamana DPR Periode 2014-2019 Menolak Perpu yang diajukan Presiden 2009-2014, maka sudah pasti akan menjadi tugas dari Presiden 2014-2019 untuk membuat RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut.hal ini tentu akan menimbulkan kembali dinamika baru yang akan dimainkan oleh elit politik.

Tetapi disisi lain jika DPR belum membahas Perpu yang diajukan oleh Pemerintah, Konsekuensi Hukum dari Perpu Pilkad itu sudah ada. Artinya Perpu tersebut sudah berlaku dan bisa dilaksanakan serta memiliki kedudukan yang setingkat dengan UU sebagaimana yang terdapat dalam pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011. Hal ini lah yang menjadi landasan agar pilkada langsung tetap berjalan dan hak konstitusional dan hak politik rakyat masih bisa dilaksanakan pada event pesta demokrasi. Mari kita tunggu wakil rakyat bersidang mengenai perpu pilkada yang dikeluarkan pemerintah sembari terus melaksanakan tahapan pilkada langsung. KPU sudah seharusnya mengkaji lebih dalam mengenai aturan perundang-undangan sebelum mengeluarkan Keputusan Penundaan tahapan pilkada langsung. Khususnya di Sumatera Utara yang akan melaksanakan pesta demokrasi di 13 kab/kota.

Berita Lainnya


Blog, Updated at: Sunday, October 05, 2014

0 komentar:

Post a Comment